Ruang Interaksi Anak


Para petinggi Google, Apple, Yahoo, HP hingga eBay mengirim anak-anaknya ke sekolah yang sama sekali tak punya computer
Cukup mengejutkan ketika membaca headline tersebut.
Ketika sekolah-sekolah lain memasukkan komputer dalam kurikulum dan berlomba membangun sekolah digital, Waldorf School of the Peninsula justru melakukan sebaliknya. Sekolah ini dengan sengaja menjauhkan anak-anak dari perangkat komputer.
Sekolah Waldorf justru fokus pada aktivitas fisik, kreativitas, dan kemampuan ketrampilan tangan para murid. Anak-anak tak diajarkan mengenal perangkat tablet atau laptop. Mereka biasa mencatat dengan kertas dan pulpen, menggunakan jarum rajut dan lem perekat ketika membuat prakarya, hingga bermain-main dengan tanah setelah selesai pelajaran olahraga.
Guru-guru di Waldorf percaya bahwa komputer justru akan menghambat kemampuan bergerak, berpikir kreatif, berinteraksi dengan manusia, hingga kepekaan dan kemampuan anak memperhatikan pelajaran.

Baiklah sekarang coba kita lihat data berikut
Menurut data yang dipublikasikan KPAI, sejak tahun 2011 hingga 2014, jumlah anak korban pornografi dan kejahatan online di Indonesia telah mencapai jumlah 1.022 anak. Secara rinci dipaparkan, anak-anak yang menjadi korban pornografi online sebesar 28%, pornografi anak online 21%, prostitusi anak online 20%, objek cd porno 15% serta anak korban kekerasan seksual online 11%
Pada tahun 2001, The Committee on Public Education of the American Academy of Pediatrics (AAP) mengeluarkan pernyataan bahwa kekerasan di media berdampak pada perilaku kekerasan pada anak setelah menelaah lebih dari 3.500 penelitian.
Ketiga masalah tersebut adalah sebuah garis lurus yang yang berkesinambungan, kita tidak bisa menyalahkan dunia yang terus berkembang, kita tidak bisa juga menyalahkan bawa setiap aspek bergerak begitu luar biasa.
Zaman sekarang anak-anak dapat dengan mudah mengakses internet, bermain game online, facebook, melihat berita artis, menjelajahi youtube, berselancar di dunia maya kemudian di rumah menonton tv, yang setiap hari nya kita disuguhi acara gosip, sinetron percintaan, reality show yang sangat jauh dari aspek edukasi, meskipun para kreatif nya selalu berdalih atas nama hiburan dan edukasi.
Beberapa iklan yang seharusnya tayang pada jam malam pun kadang tayang pada jam tontonan anak-anak. Mari kita coba hitung berapa banyak acara untuk segmen anak-anak pada periode 90 dan 2000 pasti kita akan dapatkan sebuah fakta bahwa dari tahun ke tahun terjadi penurunan.
Sejati nya anak-anak di paksa berinteraksi dengan lingkungan yang jauh lebih dewasa, jauh lebih maju, dan jauh dari dunia anak-anak itu sendiri.
Kita pun ikut terjebak meng-amini keberadaan model itu sebagai sebuah kemajuan yang tidak dapat di tolak.
Apa yang coba kita lakukan?
Membiarkan mereka berinteraksi dengan gadget, internet, game hanya agar anak tidak terlihat ketinggalan zaman? Anak SD sudah memiliki gadget berteknologi canggih bukan hal baru lagi tentunya, mereka punya account media social yang sejatinya untuk remaja yang telah berusia 17+, Orang tua bahkan ramai-ramai membuat account media social untuk anaknya, lihat bagaimana facebook berfungsi sebagai situs bimbingan Konseling yang tiap hari di suguhi keluh kesah siswa sekolah, beberapa bahkan punya masalah serius putus cinta.
Lihat masalah yang di hadapi anak-anak sekarang bukan lagi sekedar masalah bagaimana mengerjakan PR, bagaimana menjaga perilaku sopan di sekolah atau masalah menerima pelajaran, masalah seperti itu hampir jarang muncul, mereka punya masalah yang lebih rumit dan lebih gaul bagi mereka, mereka butuh perhatian lebih di dunia maya di banding di dunia nyata, mereka berebut comment dan like setiap hari, kepuasan mereka adalah bila mendapat pengakuan di jagad maya.
Jika anak-anak tidak mau menceritakan masalahnya, anda bisa bertanya di facebook mereka.


Interaksi
Coba lihat hal dasar yang jadi bagian pengembangan siswa di 3 negara maju ini.
Ruang Terbuka di Jepang.  Banyak yang bisa dieksplor di sana. Di Jepang, bahkan dilingkungan yang padat sekalipun, di mana ada gedung sekolah, mesti ada ruang terbuka.
Belajar Alami di Swedia. Warga Swedia sangat peduli lingkungan dan konservasi alam. Anak-anak tidak hanya belajar tentang alam, mereka juga belajar di luar ruangan setiap hari, tidak peduli udara dingin atau salju. Sebisa mungkin, taman bermain memiliki unsur alam seperti batu untuk dipanjat atau pohon untuk bersembunyi.
Udara Segar di China. Anak di China menghabiskan waktu 2-3 jam di luar ruangan setiap hari, mengikuti berbagai jenis permainan.
Ruang terbuka, Belajar alami dan Udara segar. Interaksi dengan lingkungan, ya itulah yang mereka ciptakan, anak-anak butuh berinteraksi dengan lingkungan,  dilatih untuk mampu menjadi bagian dari kelompok masyarakat, untuk peduli dan memanfaatkan alam, berhubungan dengan teman-temannya, memahami perubahan kondisi lingkungan, dan menjadi bagian sistim interaksi di dalam masyarakat.
Tapi faktanya sekarang kita baru saja memutus rantai interaksi tersebut, kebutuhan interaksi anak semua kita jawab dengan teknologi, terlepas mereka siap atau tidak siap menyerapnya, anak-anak di paksa berinteraksi lebih jauh, lebih luas di dunia maya, padahal tetangga nya saja ia tidak kenal, orang tua akan merasa bangga jika anak nya punya banyak fans di dunia maya bukan!
Jangan salahkan kejahatan yang kita undang dating kerumah, ketika anak usia 10 tahun sudah punya ribuan teman yang hanya ia kenali dari foto, comment dan like. Jangan salahkan ia tidak tau mana orang baik dan yang berniat jahat karena setiap hari ia menghabiskan waktu mencari pengakuan di jagad maya, dan jika suatu saat anak-anak lebih percaya pada media dari pada anda, anggap saja sebuah pelajaran untuk mengingatkan, karena kita yang bertanggung jawab membangun ruang interaksinya.
Kepercayaan dibangun dari interaksi jadi berhati-hatilah memberi ruang bagi anak.


Bekerja dengan timing yang tepat.
Coba simak komentar salah seorang orang tua yang menyekolahkan anaknya di waldorf.

“Misalkan saja saya seorang sutradara yang baru menelurkan sebuah film dewasa. Meski film itu didaulat sebagai film terbaik yang pernah ada di dunia sekalipun, saya toh tak akan membiarkan anak-anak saya menonton film itu kalau umur mereka belum 17 tahun.”

Jika kita berpikir ingin menawarkan kemajuan, maka kita harus tau bagaimana akan menerima nya, apa yang akan di korbankan dan siapa yang di untungkan, tidak semua kemajuan berbuah manis tapi jelas keseimbangan membantu kita untuk terus bertahan dan berproses.
Kita harus memahami bahwa kita memiliki tingkat kecakapan yang tidak sama, kita memfilterisasi dengan pola yang berbeda dan tentunya kita besar dengan pendidikan dan pola interaksi yang berbeda juga, anak-anak di kota dan di desa akan berbeda dalam menggunakan media sosial, lihat lingkungan di sekeliling kita, siapa yang mempengaruhi kita, seorang bisa menghabiskan waktu berjam-jam di internet, yang lainnya hanya ketika orang tua nya tidak ada, atau sebagian berhasil setelah orang tua nya tidur. Mereka mengalami kesenjangan pemahaman dan kita terjebak pada pemahaman yang sedikit menawarkan solusi.
Kita punya keterbatasan dalam mengawasi, kita tidak selalu hadir di saat yang tepat untuk mereka, jika setiap orang tua berpikir setiap aturan yang di buat adalah sesuatu yang tidak akan dilanggar, tentu kita tidak akan melihat banyaknya berita tindak kejahatan terhadap anak, coba ingat berapa banyak kasus pelarian siswi oleh teman facebook nya yang kita dengar, bagaimana dengan kasus penculikan anak, kasus anak yang pergi dari rumah, penggunaan foto anak yang tidak bertanggung jawab, prostitusi online, dan berapa banyak anak-anak yang terjebak dan terus berjalan di jalur yang salah karena ketiadaan solusi, Ingatlah bahwa setiap metode yang di amin kan kepada mereka adalah tanggung jawab orang tua sekalipun tidak pernah menawarkan, dan jika kita tidak melakukan sesuatu dengan tepat bersiaplah jadi korban berikut.

Di dalam pemupukan padi ada beberapa hal yang sangat penting yaitu, tepat jenis, tepat cara, tepat waktu dan tepat ukuran.
Semua bicara masalah ketepatan, timing. Tidak ada yang di generalkan semua harus di lakukan pada waktunya, sekali kita melakukan hal tidak sesuai dengan waktu maka berarti ada resiko kerusakan yang siap kita tanggung.
Lihat anda yang dulu, anda masih survive sampai sekarang meski belum pernah menyentuh internet selama sekolah, anda berhasil menjadi bagian dalam masyarakat sekalipun anda tidak punya facebook, dan anda punya banyak teman untuk bercerita sekalipun tidak pernah meng-invite mereka.
Kita bermain, bertengkar, dimarahi ketika kecil, kita melakukan banyak kesalahan dan diluruskan, kita menonton begitu banyak acara anak-anak, kita bermain kerumah teman, membuat rumah-rumahan atau kue, kita bekerja sebagai anak-anak yang sebenarnya, berproses dan belajar dari lingkungan kita. Jika kita melalui metode seperti itu kenapa tidak membiarkan mereka juga, bukankah kita menikmatinya!
Pada dasarnya kita tidak harus menjauhkan mereka dari kemajuan, tapi kita harus tau bahwa kapan mereka siap berkenalan.












Komentar

Postingan Populer